Labels: ,

Apakah Muslim Boleh Mengucapkan Selamat Natal?

Natal sebentar lagi akan tiba. Malam ini umat kristiani akan menjalankan kewajibannya beribadah di gereja pada malam natal dan esoknya mereka akan merayakan kelahiran Yesus Kristus, Tuhan mereka. Bersamaan dengan itu, umat Islam pasti akan dihadapkan dengan dilema, antara mengucapkan “Selamat Natal” atau tidak. Hal ini disebabkan karena banyaknya disekitar kita, baik tetangga maupun teman kantor misalnya, yang merayakannya. Lalu timbulah kebimbangan karena rasa “tidak enak” karena mereka selalu mengucapkan selamat hari raya ketika Idul Fitri atau Idul Adha.

Sebagai seorang muslim, disatu sisi agama mengajarkan kita untuk tidak mengucapkannya karena pengucapan hari raya natal merupakan syiar-syiar agama mereka dan dikhawatirkan akan terjadi kekufuran karena menyerupai dengan mereka dan itu diharamkan. Dimana kekufurannya? Sebagaimana yang pernah saya baca di dalam salah satu artikel di www.muslim.or.id :

Ketika ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata? “

Selain pengucapan selamat hari raya natal untuk umat kristiani, banyak juga yang menjadi dilema karena pekerjaan, yang mana diharuskan untuk memakai pakaian khas perayaan natal, atau memakai ornamen-ornamen natal yang sesungguhnya dilarang karena sama saja menyerupai orang kafir.

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Jadi muslim wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim di dalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus di dalam mereka.

Tetapi ada pula pendapat yang memperbolehkan pengucapan selamat hari raya natal dengan salah satu penukilan ayat sebagai berikut :

“ Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)

Di dalam salah satu artikel di www.eramuslim.com menyebutkan, Jumhur ulama kontemporer memperbolehkan mengucapkan selamat hari natal karena perubahan kondisi global dan apabila mereka adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, apalagi jika ada hubungan khusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga, atau teman kerja.

Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
  • Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
  • Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
  • Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
  • Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
  • Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
  • Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
  • Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih

”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.

Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.


Saya sendiri tidak pernah mengucapkan Selamat Hari Raya Natal setelah mengetahui bahwa mengucapkannya diharamkan. Pernah teman kantor tersinggung, tetapi saya sendiri menerangkan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan oleh agama saya, tanpa sedikitpun mengurangi toleransi saya dalam berteman, bukan toleransi dalam beribadah. Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah SWT :
      لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ 
“ Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku “ (QS. Al Kafirun : 6)

Bila ada teman non-muslim yang tidak tahu dan mengucapkannya terlebih dahulu, maka saya akan membalas jabatan tangannya dengan ucapan “selamat” atau tersenyum dan menanyakan bagaimana perayaannya bersama keluarga.


No comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...