Canggih, baru tau kalau pedagang
makanan dalam commuter line itu sangat pintar dan kreatif.
Beberapa tahun yang lalu saat
bekerja di daerah pluit yang mengharuskan saya naik kereta sebagai alternatif
yang sangat irit dan cepat, saya selalu melihat stasiun yang carut marut penuh
dengan pedangang kaki lima baik yang berdagang di peron, depan loket maupun di
halaman stasiun itu sendiri. Saya sempat heran karena belum terbiasa naik
kereta. Waktu itu saya naik dari Stasiun
Kranji sampai Stasiun Beos lalu lanjut naik kopaja untuk sampai di kantor.
Saya perhatikan bahwa baik di
stasiun kranji maupun stasiun-stasiun lainnya sangat semrawut, apalagi stasiun utama. Umpama
pasar malam tanpa odong-odong atau komidi putar, mereka berjajar rapi 1 sampai 2 baris di sepanjang peron
menyebabkan kemacetan dikala jam berangkat dan pulang kantor. Ada tukang koran,
makanan, vcd/dvd bajakan, remote tv/ac, jepit rambut, aksesoris hape dan
lain-lain bahkan ada tukang buah segala. Pokoknya apa saja layaknya sebuah
pasar, apa yang kita mau sebagian besar ada. Untung saja tidak ada tukang furniture
ya? Ga kebayang...
Saat berada di kereta ekonomi,
kita bisa menyaksikan pasar berjalan. Pedagang buah, jepit rambut, makanan
basah atau gorengan, dan yang lainnya berjalan di sepanjang gerbong di
sepanjang jalan menjajakan dagangannya tak peduli apakah penuh sesak ataupun
tidak. Memang lebih pasti apa yang dijual disana lebih murah dari di pasar. Tapi
kalau masalah kebersihan makanan yang dijual, ehm.. sepertinya tergantung dari
pemikiran pembeli. Belum lagi pengamen dan peminta-minta atau keduanya. Tapi yang
satu ini kurang disukai penumpang, atau malah meresahkan penumpang karena
mengamen dengan alat sekedarnya tapi meminta diberi dengan kata-kata yang
hampir berteriak. Terkadang bukan hanya sendiri tapi bergerombol bersama
teman-temannya. Walhasil penumpang yang nyalinya ciut terutama perempuan dan
anak-anak menarik nafas ketakutan yang akhirnya memberi recehan kepada mereka.
#Pasar berjalan dalam gerbong |
Lain lagi di kereta AC (dulu di
sebut begitu karena memakai AC elektrik), tukang-tukang peraup rejeki dari para
karyawan itu tidak bisa seenaknya berjalan menyusuri gerbong sepanjang jalanan.
Mereka hanya menawarkan sebelum kereta berangkat. Itupun hanya penjual makanan,
koran atau yang tidak mempergunakan troli layaknya penjual buah atau minuman. Selebihnya
mereka akan ditindak bila berani berjualan di dalam kereta AC.
Tapi sebenarnya tindakan itu
tidak berlaku untuk para karyawan yang berjualan di dalam kereta. Dengan niat
suci untuk menambah penghasilan, mereka yang memang sudah kenal satu sama lain
karena sudah menggunakan kereta yang sama dan jam yang sama selama beberapa
tahun, berani untuk berjualan entah itu kue-kue camilan penunda lapar dipagi
hari, aneka jajanan untuk ngemil di kantor, tup***ware, boneka dan lain lain
yang memang tidak terlalu memberatkan mereka karena toh mereka juga harus
membawa keperluan kantor sendiri.
Ketika di Stasiun Beos di kota,
saya tidak melihat pemandangan ini, tapi begitu pulang kerja, stasiun penuh
dengan pedagang makanan dan minuman, koran, bangku lipat untuk duduk dalam
kereta dan lain-lain. Dengan niat yang suci pula mereka mencari rejeki untuk
memberi makan karyawan yang sangat mereka hafal, pasti kelaparan di jam-jam
penting itu. Mereka yang menjajakan makanannya hampir semua sama macam dan
rasanya yakni bihun goreng, tempe dan
tahu goreng, bakwan, otak-otak, pecel dan lontong. Mungkin boss nya sama kali..
hehehe...
#Pedagang Asongandi peron |
Ketika saya pindah rumah ke
Depok, ternyata suasana ramai tidak berbeda di Stasiun Depok. Bahkan kalau
malam hari sepulang kerja lebih hingar bingar dari speaker yang dinyalakan
penjaja VCD/DVD bajakan, atau suara teriakan pedagang yang menjajakan
dagangannya. Lampu kecil berkelap-kelip untuk aksesoris motor pun menambah
sempurna keramaian stasiun. Para karyawan yang berdatangan untuk pulang kerja
pun tersendat karena peron mereka terpakai oleh pedagang. Belum lagi petugas
penarik kertas tiket kereta api yang tidak tertib membuang robekan kertas pada
tempatnya yang akhirnya berserakan disana-sini terbawa angin.
Kereta ekonomi akhirnya dihapus. Para
pedagang asongan keliling tergusur. Namun pedangan makanan tetap berjualan
sebelum kereta AC yang kemudian berganti menjadi Commuter Line itu berangkat. Mereka
masih di tempat yang sama berjongkok
diantara hiruk pikuk para karyawan yang ingin pulang mengharapkan rejeki dari
perut mereka yang lapar. Tahun berlalu gubernur berganti stasiun mulai
dirapihkan. Para pedagang yang masih berkeliling di sekitar peron mulai
kucing-kucingan dengan petugas. Kadang mereka lari kucar-kacir begitu petugas
menghampiri, tetapi balik lagi begitu petugas lengah. Lucu memang melihat mereka,
menjadi hiburan ketika penat menunggu kereta menghampiri. Tugas mulia dalam
menertibkan kembali fungsi stasiun menjadi kesedihan untuk para pedagang yang
kini tidak bisa berjualan lagi di dalam kereta dan peron.
#Gerbong Kereta Idaman |
Sekian lama akhirnya kemarin sore saya kembali
naik Commuter Line dari Stasiun Beos ke Depok. Tidak ada lagi pedagang yang
membawa makanannya dalam kantong plastik besar, tak ada tukang koran dan yang
lainnya di peron maupun dalam gerbong. Sepi kecuali suara bising dari speaker
pemberitahuan petugas kereta. Saya pun naik dan berdiri di dekat pintu dan
menunggu kereta berangkat. Sambil memainkan ponsel tiba-tiba saya mendengar
suara-suara pelan yang saya hafal benar...
“Lontong lontong... bakwan..
gorengan...” saya pun celingukan.
Haaaa.. widihh.. ternyata para
pedagang telah menemukan cara kreatif terbaru dalam berjualan di dalam kereta
tanpa tertangkap petugas yakni dengan menyamar sebagai karyawan. Ck ck ck...
dengan menyandang tas resmi di bahu dan tas tenteng di tangan berisi
dagangannya, mereka persis seperti karyawan lainnya. Saya tersenyum geli...
terkadang apapun akan dilakukan saat uang sangat dibutuhkan. Walaupun larangan
untuk berjualan di dalam gerbong kereta itu baik dan benar dan saya mendukung keamanan
dan kenyamanan dalam gerbong, tetapi saya tetap memberikan para pedagang itu two thumbs alias dua jempol untuk kreatifitas mereka
dalam bertahan hidup dan entah apa lagi yang akan dilakukan mereka bila tertangkap
petugas. Salut!
No comments:
Post a Comment